"Para ilmuwan dari Swedia dan Amerika Serikat tanpa sengaja menemukan spesies burung hantu Rinjani Scops, di Pulau Lombok, NTB."
Spesies burung hantu baru
yang diyakini tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia
diidentifikasi tanpa sengaja di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, oleh
para ilmuwan yang sebetulnya sedang mencari jenis burung lain.
Burung Hantu Rinjani Scops
ini pertama kali diidentifikasi pada 2003 dan sejak saat itu hanya
dapat ditemukan di Lombok. Penemuan ini diterbitkan Rabu (13/2) di
jurnal daring PLoS ONE.
Burung
hantu kecil itu, dengan bulu berwarna coklat dan putih serta mata besar
keemasan, sering keliru dikenali sebagai spesies lain yang serupa
selama lebih dari satu abad. Namun para ilmuwan dari Swedia dan Amerika
Serikat, yang berkunjung ke pulau tersebut untuk melakukan penelitian
terpisah mengenai burung nokturnal lainnya, sama-sama merekam vokalisasi
burung hantu Rinjani Scops.
Mereka
memperhatikan bahwa nada yang disiulkan burung hantu, yang mengambil
nama gunung berapi di Lombok, sangat berbeda dari yang dinyanyikan
burung hantu Moluccan Scops, atau Otus Magicus.
“Saya
terkejut karena identitas nyata burung ini tersembunyi dari dunia
ilmiah sekian lama,” ujar George Sangster, peneliti utama dari Museum
Sejarah Alam Swedia.
“Burung
Rinjani Scops ini cukup umum dan dapat ditemukan di banyak tempat di
pulau tersebut. Mereka juga sangat vokal sehingga sulit terlewatkan.”
Sangster
mengatakan perlu waktu 10 tahun sampai penemuan itu diterbitkan karena
pekerjaan yang dibutuhkan untuk memverifikasi penemuan itu.
Para
peneliti mengkaji semua penelitian sebelumnya dan spesimen museum mulai
dari tahun 1896. Mereka menemukan sebuah laporan yang menyebutkan nada
suara burung hantu Rinjani Scops, yang berbeda dari jeritan Moluccan Scops.
Namun,
bulu, ukuran dan bentuk burung hantu tersebut adalah data utama yang
digunakan untuk mengidentifikasi spesies tersebut sampai akhir 1970-an,
ketika data tentang vokalisasi ditambahkan. Lombok juga jarang
dikunjungi oleh peneliti burung dibandingkan daerah lain di Indonesia,
sehingga dapat dipahami mengapa perlu waktu lebih lama bagi burung hantu Rinjani Scops untuk diidentifikasi.
“Kami harap akan ada lebih banyak pengamat burung mengunjungi Lombok,” ujar Sangster.
“Para
ahli ornitologi (studi mengenai burung) telah lama meyakini bahwa
taksonomi burung telah hampir komplet. Dengan setiap penemuan baru,
keyakinan tersebut menjadi kurang dapat dipercaya. Hal itu
menggarisbawahi bahwa bahkan setelah 150 tahun studi ilmiah, kita masih
belum tahu semua burung di wilayah Indo-Melayu,” tambahnya.
Kerja lapangan lebih lanjut dilakukan untuk menentukan bahwa burung hantu Rinjani Scops –dengan nama Latin Otus jolandae yang diambil dari nama istri Sangsters yang pertama kali menemukan spesies tersebut bersamanya– tidak ditemukan di tempat lain.
Namun,
Sangster mengatakan bahwa perlu investigasi lebih jauh untuk
betul-betul yakin bahwa burung tersebut tidak dapat ditemukan di pulau
dekat Lombok, yaitu Sumbawa.
Burung
hantu tersebut telah lama diketahui oleh para ahli burung Indonesia.
Namun mereka yakin bahwa ia merupakan bagian dari spesies yang lebih
tersebar secara luas.
"Kami bangga dengan penemuan ini karena telah menambah daftar spesies endemik di Indonesia,” ujar Yoppy Hidayanto, koordinator Burung Indonesia, lembaga konservasi burung di Bogor, Jawa Barat. “Ada masih banyak hal yang dapat dieksplorasi mengenai burung di Indonesia,” tambahnya.
Sangster, G.; King, B. F.; Verbelen, P.; Trainor, C. R. 2013. PLoS ONE. 8 (2): e53712. doi: 10.1371/journal.pone.0053712
0 komentar:
Posting Komentar